Monthly Archives: Maret 2012

Kantin Kejujuran Latih Anak Jujur pada Diri Sendiri dan Orang Lain

Standar

Pada tanggal 15-22 Maret 2012 ini meja di belakang kelas 2A yang biasanya digunakan untuk meja pojok baca, terlihat ramai oleh pajangan makanan dan minuman yang merupakan barang dagangan milik anak-anak yang sedang melaksanakan pembelajaran berbasis proyek (project based learning) mata pelajaran PKn dengan tema kejujuran. Adapun bentuk kegiatannya berupa “Kantin Kejujuran Kelas 2A MIM Karangnyar”. Kegiatan ini adalah salah satu rangkaian kegiatan belajar mengajar untuk memenuhi Kompetensi Dasar (KD) nomer 4.1. Mengenal nilai kejujuran, kedisiplinan dan senang bekerja dalam kehidupan sehari-hari dan nomer 4.2. Melaksanakan perilaku jujur, disiplin dan senang bekerja dalam kegiatan sehari-hari.

Dalam kegiatan ini siswa menyiapkan barang/makanan yang akan dijual di “Kantin Kejujuran Kelas 2A MIM Karanganyar” dari rumah, barang/makanan yang telah disiapkan dibawa ke sekolah sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan (setiap hari ada 5 anak yang mendapatkan jadwal jualan), sesampainya di kelas anak-anak membuat daftar harga barang kemudian barang/makanan ditempatkan di tempat yang telah disediakan. Siswa “penjual” tidak diperkenankan menunggui barang jualan. Siswa “pembeli” memilih barang dan membayar sesuai dengan nominal harga barang yang dibeli tersebut dengan meletakkan uang ditempat yang telah ditentukan. Kemudian siswa “penjual” membuat laporan hasil penjualan di “Kantin Kejujuran Kelas 2A MIM Karanganyar”. “Pak, barang dagangan saya sudah laku semua, uangnya lengkap tanpa ada kekurangan!!!” teriak mereka diakhir istirahat kedua dengan wajah yang sangat bahagia.

Kantin kejujuran saya pilih sebagai bagian dari rangkaian kegiatan belajar mengajar karena dalam kegiatan ini dimungkinkan siswa menguji kejujuran mereka sendiri. Di dalam kegiatan ini, saya memberikan kesempatan yang luas bagi peserta didik untuk melaksanakan perilaku jujur. Kalau ada kekuarangan uang hasil penjualan, berarti ada ketidakjujuran diantara anak-anak kelas 2A. Alhamdulillah, kegiatan ini dapat terlaksana dengan sangat baik.

Nilai kejujuran sangat penting ditanamkan sejak usia dini, bukan hanya pada tataran di kenalkan tetapi bagaimana nilai-nilai kejujuran tersebut melekat erat di dalam diri pribadi peserta didik. Pada praktiknya penanaman nilai-nilai kejujuran sejak dini bagi peserta didik kelas 2A MIM Karanganyar berbuah manis. Hampir setiap hari (saya, selaku guru kelas) mendapatkan laporan apabila ada anak didik saya yang menemukan uang jatuh di halaman, di teras depan, di masjid sekolah atau bahkan di dalam kelas selalu dilaporkan kepada guru/wali kelas. Hal ini merupakan pertanda baik , kejujuran masih ada di bumi Indonesia ini.

Kita semua tahu, kejujuran menjadi barang mahal di negara yang kita ini. Kejujuran adalah alat pencegah kecurangan yang banyak melahirkan koruptor penjarah negeri.  Sebagai pendidik, sudah selayaknya kita menanamkan kejujuran sejak dini, mari kita bantu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menata negeri yang kita cintai ini. Selamat berjuang.

Bagaimana Cara Memberikan Pengalaman Belajar Seluas-luasnya Kepada Peserta Didik?

Standar

Wah, lama juga ndak nulis nih. Sibuk jadi panitia PSB (alasan mode on). Untuk mengobati kerinduan pembaca semuanya kali ini saya upload beberapa foto kegiatan saya selama 3 bulan terakhir. Foto kegiatan yang saya upload ini adalah beberapa kegiatan belajar mengajar yang merupakan usaha saya (sebagai guru kelas) untuk memberikan pengalaman belajar yang seluas-luasnya kepada peserta didik saya di kelas 2A MIM Karanganyar.

Seiring dengan diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), guru tidak perlu lagi menjadi “pengkhutbah”  yang terus berceramah dan menjejalkan bejibun teori kepada peserta didik. Sudah bukan zamannya lagi anak diperlakukan bagai “keranjang sampah” yang hanya sekadar menjadi penampung ilmu. Peserta didik perlu diperlakukan secara utuh sebagai manusia-manusia pembelajar  yang akan menyerap pengalaman sebanyak-banyaknya melalui proses pembelajaran yang menarik dan menyenangkan. Oleh karena itu, kelas perlu didesain sebagai “masyarakat mini” yang mampu memberikan gambaran bagaimana sang murid berinteraksi dengan sesamanya. Dengan kata lain, kelas harus mampu menjadi “magnet”  yang mampu menyedot minat dan perhatian peserta didik untuk terus belajar, bukan seperti penjara yang mengkrangkeng kebebasan mereka untuk berpikir, berbicara, berpendapat, mengambil inisiatif, atau berinteraksi.

Kalau proses pembelajaran berlangsung monoton dan seadanya; guru cenderung bergaya indoktrinatif dan dogmatis seperti orang berkhotbah, upaya penyemaian nilai-nilai luhur hakiki saya kira akan sulit berlangsung dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Apalagi, kalau anak-anak hanya diperlakukan sebagai objek yang pasif, tidak diajak untuk berdialog dan berinteraksi. Maka, kegagalan penyemaian nilai-nilai luhur kepada peserta didik hanya tinggal menunggu waktu. Dalam konteks demikian, guru perlu mengambil langkah dan inisiatif untuk mendesain proses pembelajaran  yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Guru memiliki kebebasan untuk melakukannya di kelas. KTSP sangat leluasa memberikan kesempatan kepada guru untuk menerapkan berbagai gaya dan kreativitasnya dalam kegiatan pembelajaran.

Melalui kegiatan pembelajaran yang memberikan pengalaman seluas-luasnya kepada peserta didik, atmosfer kelas tidak terpasung dalam suasana yang kaku dan monoton. Dengan berbagai variasi metode pembelajaran, para peserta didik lebih banyak diajak untuk berdiskusi, berinteraksi, dan berdialog sehingga mereka mampu mengkonstruksi konsep dan kaidah-kaidah keilmuan sendiri, bukan dengan cara dicekoki atau diceramahi. Para murid juga perlu dibiasakan untuk berbeda pendapat sehingga mereka menjadi sosok  yang cerdas dan kritis. Tentu saja, secara demokratis, tanpa melupakan kaidah-kaidah keilmuan, sang guru perlu memberikan penguatan-penguatan sehingga tidak terjadi salah konsep  yang akan berbenturan dengan nilai-nilai kebenaran itu sendiri. Melalui suasana pembelajaran yang kondusif dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bebas berpendapat dan bercurah pikir, guru akan lebih mudah dalam menyemaikan nilai-nilai luhur hakiki. Semoga.

Tulisan ini disarikan dari beberapa sumber. Salah satunya dari sini.