Monthly Archives: September 2011

Pembiasaan Sholat Dhuha Tingkatkan Amaliah Ibadah Anak

Standar

Kegiatan yang dibimbing wali kelas (Mr.Supri) ini dilaksanakan secara berjamaah. Berbeda dengan kegiatan sholat dhuhur yang dilaksanakan setiap hari, kegiatan sholat dhuha ini dilaksanakan setiap hari selasa pada jam ketiga sebelum jam istirahat pertama. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan amaliah ibadah anak. Sholat dhuha adalah sholat yang dilaksanakan pada waktu matahari mulai terangkat naik kira-kira sepenggelah dan berakhir hingga sedikit menjelang masuknya waktu zhuhur.

Adapun diantara keutamaan atau manfaat shalat dhuha ini adalah apa yang diriwayatkan oleh Muslim, Abu Daud dan Ahmad dari Abu Dzar bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Hendaklah masing-masing kamu bersedekah untuk setiap ruas tulang badanmu pada setiap pagi. Sebab setiap kali bacaan tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, menyuruh orang lain agar melakukan amal kebaikan adalah sedekah, melarang orang lain agar tidak melakukan keburukan adalah sedekah. Dan sebagai ganti dari semua itu maka cukuplah mengerjakan dua rakaat shalat dhuha.”

Juga apa yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Daud dari Buraidah bahwa Rasulullah saw bersabda,”Dalam tubuh manusia itu ada 360 ruas tulang. Ia harus dikeluarkan sedekahnya untuk tiap ruas tulang tersebut.” Para sahabat bertanya,”Siapakah yang mampu melaksanakan seperti itu, wahai Rasulullah saw?” Beliau saw menjawab,”Dahak yang ada di masjid, lalu pendam ke tanah dan membuang sesuatu gangguan dari tengah jalan, maka itu berarti sebuah sedekah. Akan tetapi jika tidak mampu melakukan itu semua, cukuplah engkau mengerjakan dua rakaat shalat dhuha.”

Didalam riwayat lain oleh Bukhori dan Muslim dari Abu Hurairoh berkata,”Nabi SAW kekasihku telah memberikan tiga wasiat kepadaku, yaitu berpuasa tiga hari dalam setiap bulan, mengerjakan dua rakaat dhuha dan mengerjakan shalat witir terlebih dahulu sebelum tidur.”

Jumhur ulama mengatakan bahwa shalat dhuha adalah sunnah bahkan para ulama Maliki dan Syafi’i menyatakan bahwa ia adalah sunnah muakkadah berdasarkan hadits-hadits diatas. Dan dibolehkan bagi seseorang untuk tidak mengerjakannya. (Disarikan dari beberapa sumber)

Sebelas Anakku Cacar Air, Hiks….

Standar

Ketika ada anggota keluarga baik itu anak, atau tetangga maupan murid (bagi yang profesinya guru) sedang dilanda sakit, tentulah kita turut bersedih karenanya. Pada hari ini (Senin, 26/08) delapan kursi kelas 2A kosong. Delapan anak tidak masuk karena sakit cacar air atau Cangkrangan (Jawa). Minggu lalu juga ada tiga anak yang terserang penyakit kulit ini dan sekarang sudah sembuh.

Apa itu Cacar Air?

Istilah latinnya Vrisela atau Chickenpox sedangkan istilah Jawanya Cangkrangen ternyata disebabkan virus varicella zoster. Akibat dari serangn virus ini bisa ruam kulit muncul sekumpulan bintik-bintik kecil yang datar maupun menonjol atau melepuh yang lepuhannya berisi cairan kemudian keropeng dan menimbulkan rasa sangat gatal serta panas.

Read the rest of this entry

Di Buang Sayang: Sungkeman Zuha’s Family, Idul Fitri 1432H

Standar

Sungkeman adalah istilah yang sudah sangat populer khususnya bagi orang Jawa dan umumnya bagi masyarakat Indonesia. Istilah ini telah ada sejak zaman nenek moyang dulu. Orang Jawa menggunakan istilah ini untuk menggambarkan suatu aktivitas ritual keagamaan, khususnya bagi yang beragama Islam.

Ada yang unik pada perayaan idul fitri dalam tradisi Jawa. Tradisi halal bihalal dalam keluarga besar biasa dikenal dengan istilah “sungkeman”. Tradisi ini pada umumnya dilakukan di kalangan kerabat dekat saja. Inti dari acara sungkeman adalah saling minta maaf antar kerabat. Sungkeman tidak hanya dilakukan dengan berjabat tangan. Ada sejumlah prosedur tertentu yang perlu dilakukan pada acara sungkeman ini.

Acara sungkeman sendiri dilakukan setelah menjalankan shalat sunat ‘Idul Fitri berjama’ah. Setelah selesai shalat ‘Idul Fitri, orang yang lebih muda berkunjung ke rumahnya orang yang dianggap lebih tua dari dirinya, baik dari segi umur ataupun kedudukannya di masyarakat. Dalam proses berkunjung itu, orang yang lebih muda menyatakan permohonan maafnya baik yang disengaja maupun yang tidak seraya bersimpuh dan berjabatan tangan kepada yang lebih tua. Untuk kemudian orang yang dianggap lebih tua dengan kebesaran hatinya mengabulkan permohonan maaf itu.

Sungkem terurut dari yang dituakan. Sungkem dilakukan secara terurut dari yang dituakan. Misal dalam keluarga besar ada Kakek, Nenek, Budhe, Om, Anak Budhe, Anak Om; maka urutan sungkeman adalah- Budhe sungkem ke kakek, lalu ke nenek- Om sungkem ke ke kakek, lalu ke nenek, lalu ke Budhe.- Anak budhe sungkem ke kakek, lalu ke nenek, lalu ke budhe, lalu ke om.- dan terus mengular hingga semua anggota keluarga besar sudah sungkeman.

Prosedur saat sungkeman. Sungkem dilakukan dengan menundukkan kepala ke lutut kerabat yang dituakan. Berikut contoh isi kalimat yang diucapkan saat sungkeman: “Ngaturaken sugeng riyadi, nyuwun pangapunten sadaya kalepatan kula ugi nyuwun tambah donga lan pangestunipun” yang artinya “Mengucapkan selamat hari raya, mohon maaf atas segala kesalahan saya, dan juga minta tambah doa restunya”. Biasanya, kalimat tersebut akan dijawab dengan permohonan maaf kembali dan disambung dengan do’a dari kerabat yang dituakan dan diamini oleh yang sungkem. Dan semuanya tentu tidak luput dari penggunaan tingkat dalam bahasa jawa sesuai tingkat usianya.

Pembagian Angpau/Pitrah (opsional). Angpau biasa disebut juga sebagai “salam tempel” atau di beberapa tempat menyebeutnya “pitrah”. Biasanya pembagian angpau dilakukan setelah selesai acara sungkeman. Angpau diberikan dari orang yang telah bekerja ke orang yang belum bekerja. Jadi, meskipun sudah usia bekerja akan tetapi belum bekerja, ia boleh menerima angpau. Begitu juga sebaliknya, meskipun masih muda dan sudah bekerja, ia tidak lagi menerima angpau, dan dianjurkan memberikan angpau ke yang belum bekerja atau kerabat yang masih kecil.

Kemudian, barulah halal bihalal dilanjutkan ke tetangga. Setelah sungkeman selesai, semua keluarga kembali bergabung dan menikmati sajian lebaran yang telah dipersiapkan sebelumnya sembari bercengkerama. Dan tawa ceria yang membahana kembali mengisi ruangan keluarga. Sungguh menyenangkan. Hmmm…

Melalui tradisi sungkeman ini pula, kita dapat mengetahui bahwa masyarakat kita masih memiliki kebutuhan untuk hidup bermasyarakat. Selain itu, tradisi ini juga menunjukkan bahwa sebenarnya masyarakat memiliki kemampuan meredam egoisitas yang bersifat individualis dan cenderung primitif. Masyarakat memiliki pandangan dan keyakinan bahwa dengan ketulusan meminta maaf dan memaafkan orang lain maka jiwa akan kembali suci seperti bayi yang baru lahir dengan tidak membawa dosa. Sekiranya, tradisi mulia ini akan terus langgeng dan lestari agar tercipta masyarakat yang rukun dan damai. (Disarikan dari beberapa sumber)

Herbairumku yang Cantik: Bagian-bagian Utama Tumbuhan

Standar


Herbarium adalah koleksi referensi suatu jenis tumbuhan yang dapat merepresentasikan morfologi tumbuhan yang meliputi batang, daun, bunga, dan buah. Pada senin-selasa (15-16/08) anak-anak kelas 2A dibimbing wali kelas (Mr.Supri) membuat herbarium. Kegiatan membuat herbarium ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan untuk memenuhi kompetensi dasar mata pelajaran sains yaitu mengenal bagian-bagian utama tumbuhan di sekitar rumah dan sekolah melalui pengamatan. Mengapa membuat herbarium? Pembuatan herbarium itu sendiri dimaksudkan untuk memberikan pengalaman belajar lebih kepada siswa utamanya belajar langsung pada objek yang dipelajari (dalam hal ini adalah tumbuhan).

Selain itu dengan kegiatan ini diharapkan akan memberi kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk menemukan konsep pelajaran secara utuh tidak hanya sebagian-sebagian. Kegiatan ini tentu sangat menarik minat belajar siswa, sangat berbeda sekali jika pembelajaran mengenal bagian-bagian utama tumbuhan ini hanya dilaksanakan di dalam ruang kelas saja.

Halal Bi Halal Awali KBM setelah Lebaran

Standar

Pada hari rabu (08/09) pagi di halaman MIM Karanganyar anak-anak melaksanakan halal bi halal. Mereka saling memaafkan saling salam-salaman.

Halal bihalal, dua kata berangkai yang sering diucapkan dalam suasana Idul Fitri, adalah satu dari istilah-istilah “keagamaan” yang hanya dikenal oleh masyarakat Indonesia. Istilah tersebut seringkali menimbulkan tanda tanya tentang maknanya, bahkan kebenarannya dari segi bahasa , walaupun semua pihak menyadari bahwa tujuannya adalah mencipakan keharmonisan antara sesama.

Paling tidak ada dua makna yang dapat dikemukakan menyangkut pengertian istilah tersebut, yang ditinjau dari dua pandangan. Yaitu, pertama, bertitik tolak dari pandangan hukum Islam dan kedua berpijak pada arti kebahasan.

Menurut pandangan pertama – dari segi hukum – kata halal biasanya dihadapkan dengan kata haram. Haram adalah sesuatu yang terlarang sehingga pelanggarannya berakibat dosa dan mengundang siksa, demikian kata para pakar hukum. Sementara halal adalah sesuatu yang diperbolehkan serta tidak mengundang dosa. Jika demikian, halal bihalal adalah menjadikan sikap kita terhadap pihak lain yang tadinya haram dan berakibat dosa menjadi halal dengan jalan memohon maaf.

Pengertian seperti yang dikemukakan di atas pada hakikatnya belum menunjang tujuan keharmonisan hubungan, karena dalam bagian halal terdapat sesuatu yang dinamai makruh atau yang tidak disenangi dan sebaiknya tidak dikerjakan. Pemutusan hubungan (suami-istri, misalnya) merupakan sesuatu yang halal tapi paling dibenci Alloh. Atas dasar itu, ada baiknya makna halal bihalal tidak dikaitkan dengan pengertian hukum.

Menurut pandangan kedua – dari segi bahasa – akar kata halal yang kemudian membentuk berbagai bentukan kata, mempunyai arti yang beraneka ragam, sesuai dengan bentuk dan rangkaian kata berikutnya. Makna-makna yang diciptakan oleh bentukan-bentukan tersebut, antara lain, berarti “menyelesaikan problem”, “meluruskan benang kusut”, “melepaskan ikatan”, dan “mencairkan yang beku”.

Jika demikian, ber-halal bihalal merupakan suatu bentuk aktivitas yang mengantarkan pada pelakunya untuk meluruskan benang kusut, menghangatkan hubungan yang tadinya beku sehingga cair kembali, melepaskan ikatan yang membelenggu, serta menyelesaikan kesulitan dan problem yang menghadang terjalinnya keharmonisan hubungan. Boleh jadi hubungan yang dingin, keruh dan kusut tidak ditimbulkan oleh sifat yang haram. Ia menjadi begitu karena Anda lama tidak berkunjung kepada seseorang, atau ada sikap tidal adil yang Anda ambil namun menyakitkan orang lain, atau timbul keretakan hubungan dari kesalahpahaman akibat ucapan dan lirikan mata yang tidak disengaja. Kesemuanya ini, tidak haram menurut pandangan hukum, namun perlu diselesaikan secara baik; yang beku dihangatkan, yang kusut diluruskan, dan yang mengikat dilepaskan.

Itulah makna serta substansi halal bihalal, atau jika istilah tersebut enggan anda gunakan, katakanlah bahwa itu merupakan hakikat Idul Fitri, sehingga semakin banyak dan seringnya Anda mengulurkan tangan dan melapangkan dada, dan semakin parah luka hati yang Anda obati dengan memaafkan , maka semakin dalam pula penghayatan dan pengamalan Anda terhadap hakikat halal bihalal. Bentuknya memang khas Indonesia, namun hakikatnya adalah hakikat ajaran Islam. (Disarikan dari beberapa sumber)